Rabu, 26 Juni 2013

RESUME BUKU EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK

RESUME
EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Administrasi Publik)
Dibimbing oleh :Dr. Mochammad Makmur

Disusun oleh : Risya Novita Sari
(115030107113026)



FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KEDIRI
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Kajian Administrasi mempunyi titik berat sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan adalah ekologi sebagai suatu aspek lingkungan mempunyai beberapa macam faktor dimana faktor tersebut mempunyai relevansi bagi sistem administrasi publik. Bisa dikatakan bahwa aktivitas administratif suatu organisasi menghadapi pola yang berubah karena dibatasi oleh faktor ekologi yang muncul terhadap administrasinya. (Harolds Koontz dan Cyril O'Donnel, 1997). Perlu diperhatikan bahwa masyarakat dimana administrasi publik menjadi suatu bagian integral, akan mengalami suatu proses perubahan secara tetap.
Eugene Rostow (1962), mengatakan masyarakat tidak bersifat statis, proses perubahan sosial terus berlanjut, dan dipertahankan melalui tuntutan baru maupun lama dimana hukum harus dilakukan melalui mediasi, kompromi, pemenuhan atau penolakan.
Ekologi memiliki pengaruh atau akibat yang signifikan pada proses administratif. Untuk itu, seorang administratur harus mampu mengembangkan suatu sistem organisasi yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri sesuai dengan karakternya sendiri dengan ekologinya. Meskipun menimbulkan beberapa perubahan dalam tujuan organisasi dan struktur administrasi.
Pentingnya tugas administratur menghubungkan organisasi dengan ekologinya, seperti yang dikatakan oleh Robert A. Gordon dan James E. Howell (1974), sebagai berikut :
“Ekologi membantu menentukan alternatif berdasarkan keputusan yang dibuat dan juga mempengaruhi sistem nilai yang memasok kriteria bagi pemilihan alternatif ini”.
Agar efektif, organisasi seringkali harus mengizinkan dirinya menjalankan keseimbangan secara etos dan keseimbangan ekologis. Dengan mempertimbangkan bahwa administrasi publik merupakan suau organisasi menurut kepentingannya, maka administrasi publik harus dapat mencerminkan buadaya dan nilai ekologinya. Jika hal ini tidak bisa dilakukan alternatifnya adalah dengan melakukan perubahan terhadap organisasinya.
Faktor ekologi eksternal organisasi dapat diklasifikasikan sebagai pendidikan, hukum, dan poliyik, sosial budaya, ekonomi dan agama. Hambatan pendidikan dijelaskan oleh Arsenio P. (1978) bahwa keahlian teknis menunjukan pemahaman dan keahlian dalam satu jenis aktivitas khususnya yang melibatkan metode, pendekatana, proses, atau teknik yang berkaitan dengan pendidikan debagai batasan eksternal.
Hambatan hukum dan politik biasanya terjadi karena hukum dirancang untuk mengarahkan administratur dalam proses aktivitas organisasi dimana dalam beberpaa hal mereka akan menghadapi tantangan untuk pencapaian efisiensi administratif.
Dalam memahami hambatan ekonomi , kesadaran tentang stabilitas ekonomi adalah merupakan variabel-variabel ekonomi yang signifikan. Semua bisa menerima bahwa uang adalah urat nadi organisasi. Administratur diharuskan memiliki komitmen bukan hanya pada sumber saya keuangan organisasi, namun juga sumber daya yang lainnya. Oleh karena itu, seharusnya mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki oleh neghara, tenaga kerja yang cukup dan berguna, modal yang bisa digunakan untuk produksi secara efisien atau perkembangan dimana modal sosial tersedia.
Agama bisa dianggap sebagai salah satu hambatan bagi efektivitas administrasi publik. Untuk itulah para administratur diharapakan memiliki pengetahuan yang cukup dalam memahami berbagai agama dengan berbagai kepercayaan dan keterkaitan dari berbagai macam faktor ekologinya.
Peran aktor dan studi interface, kedua hal tersebut akan digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji bagaimana keterkaitan dalam faktor-faktor yang terdapat dalam ekologi administrasi publik.
BAB II
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

2.1 Pendekatan untuk Implementasi
Studi implementasi adalah studi perubahan : bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik, bagaimana organisasi diliar dan di dalam ssistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda. (Jenkins, 1978: 203).
Perbedaan antara kebijakan sebagai politik dan administrasi sebagai implementasi yang merupakan aspek fundamental bagi gagasan administrasi publik.

2.2 Pendekatan Sistem Rasional Top-Down
Model inilah yang muncul pertama kali, pengabaian terhadap politik implementasi mulia berakhir setelah tterbitnya studi oleh Martha Derthick tentang kebijakan urban, New Towns in Town : Why a Federal Program Failed (1972) dan implementasi oleh Pressman dan Widalvsky (1973). implementasi akan semaikn tak efektid jika hubungan antara semua agen yang menjalankan kebijakan justru mnghasilakn “defisit implementasi”.
Implementasi membutuhkan sisten kontrol dan kumunikasi top-down dan sumber daya yang dapat menjalankan tugas implementasi tersebut. Jika sistem tidak sesuai, maka lebih baik membatasi janji pada tingkat yang bisa dipenuhi dalam proses implementasi.
Janji menciptakan harapan, tetapi yang tak terpenuhi dapat menimbulkan kekecewaan dan frustasi. Dengan mengonsentrasikan diri pada implementasi program, dan inisiasnya, kita akan mampi memperbesar kemungkinan bahwa janji kebijakan akan terwujud. Dengan mengingat adnya rintangan-rintangan untuk mewujudkan janji, maka kita bisa mengurangi mengumbar janji. (Pressman dan Widalvsky. 1984 : 6).
Dalam buku Limits to Administratio (1976) Christopher Hood mengemukakan lima kondisi atau syarat untuk implementasi yang sempurna :
  1. Bahwa implementasi ideal itu adalah produk datri organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas.
  2. Bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan
  3. Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan
  4. Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi
  5. Bahwa tidak ada tekanan waktu

Model top-down banyak dikritik karena ridak menjelaskan peran aktor dan unsur lain dalam proses implementasi. Pada 1977, sebuah studi oleh R.Weberley dan M. Lipsky yang bertema “Street Level bureaucrats and institutional innovation : implementating special education reform”, menunjukan bagaimana model rasional tidak efektif dalam praktiknya, atau tidak meyakinkan secara teoritis. Implikasi dari studi ini adalah bahwa kontrol atas orang bukan jalan langsung menuju implementasi yang efektif.
Model bottom-up adalah model yang memandang proses sebagai nehosiasi dan pembentukan konsensus. Model ini menekankan pada fakta bahwa implementasi “di lapangan” memberikan keleluasaan dalan penerapan kebijakan

2.3 Implementasi Sebagai Permainan Politik
Model organisasi yang menganggap kebijakan sebgaai sesuatu yang dibuat diimplementasika dalam situasi interaksi manusia, bukan sebagai mesin atau sistem, lebih menitikberatkan pada sifat interaksi tersebut.model rasional, tentu saja, juga mengakui bahwa konflok dan pembuatan kesepakatan akan terjasi dalam implementasi. Dalam model ini, konflik dan tawar menawar terjadi di dalam tujuan yang diakui bersama, dimana implementasi adalah efektif jika kelompok berhasil menyelesaikan perbedaannya dan berhasil menjalankan kebijakan.
Implementasi adalah sebuah permainan “tawar menawar, persuasi, dan manuver di dalam kondisi keridakpastian” (Bardah, 1977: 56). model Barrdah pada dasarnya adalah model yang menunjukan bahwa politik adalah susuatu yang melampaui insitusi “politik” resmi.

2.4 Kerangka Kebijakan-Aksi : Implementasi Sebagai Proses Evolusioner
Persoalan dalam kerangka bottom-up dan top-down adalah bahwa kedua kerangka itu cenderung terlalu menyederhanakan kompleksitas implementasi. Pelaksanaan kebijakan mendiami yang berbeda dengan yang dibayangkan oleh model rasional :
Dalam kenyataan ada ketidaksepakatan mengenai tujuan dan sasaran kebiojakan; kekaburan dan ambiguitas tentang kebijakan dan ketidakpastian tentang pelaksanaannya; prosedur yang kompleks; inkonsistensi antara kekuasaan dan problem; dan konflik yang berasal dari partisipasi publik, aktivitas kelompok penekan, dan perselisihan politik. (Lewis dan Flynn, 1978: 5).
Kekuasaan adalah penting bagi dinamika hubungan ini. Implementasi dalam model kebijakan tindakan ini adalah proses tawar-menawar yang berulang-ulang antara mereka yang bertanggung jawab untuk memberlakukan kebijakan dan mereka yang mengontrol sumber daya.

2.5 Implementasi dan Tipe Kebijakan
Faktor utama implementasi – perubahan, kontrol, dan pemenuhan – menurut mereka menunjukan bahwa jika ada tingkat konsensus yang tinggi dan tidak banyak dibutuhkan perubahan, maka implementasi kebijakan akan lebih sukses.

2.6 Analisis Antar Organisasi dan Implementasi
Fokus utama dari studi implementasi adalah persoalan tebntang bagaimana organisasi berperilaku, atau bagaimana orang berperilaku dalam organisasi.
Kekuasaan dan Ketergantunga Sumber Daya
Pendekatan ini berargumen bahwa interaksi organisasi adalah produk dari hubungan kekuasaan di mana organisasi dapat membuat organisasi yang lebih lemah dan lebih tergantung untuk berinteraksi dengan mereka.

2.7 Implementasi – Menuju Sebuah Sintesis
Menurut Sabatier pendekatan tahapan kebijakan tidak memnbantu untuk memahami proses pembuatan kebijakan karena ini membagi proses itu menjadi serangkaian bagian yang tidak realistis dan artifisial. Aspek sentral dalam model implementasi ini adalah gagasan bahwa ini adalah bagian dari pembuatan kebijakan di dalam Acs (Advocacy Coalitions), dan bahwa aspek mendalam dari sistem koalisi implementasi haruslah menjadi fokus analisis. Tujuan dari pendekatan ini adalah menganalisis cara kebijakan berlangsung di antara Acs, dan menentukan kondisi-kondisi I nstitusional yang paling tepat atau kondusig untuk perubahan.

BAB III
EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK

Administrasi publik memerlukan adanya tinjauan ekologi dengan memperhitungkan lingkungan (environment) dan kedua melihat administrasi publik sebagai sebuah proses yang didalamnya terdapat input, convertion, output, dan feedback. Komponen serta faktor ekologi dari administrasi negara beserta struktur organisasinya, perilaku, dan faktor lingkungannya. Dapat dikatakan public administration sebagai arena atau lapamgan para administrator melakukan kegiatan, tugas dan pekerjaan pemerintah dan public administration berkaitan erat sekali dengan public policy.
Birokrasi sebagai salah satu variabel ekologis dalam model ekologis yang didalamnya meliputi sebuah sistem seperti politik, sosial budaya atau ekonomi, namun karena kurangnta data empiris yang diperlukan, pengukuran kepentingan relatif berbeda bagi pengembangan dan perlengkapan birokrasi pada tingkat intuisi.
Untuk itu, akan dipakai perbedaan antara struktur dan fungsi. Struktur tidak terdiri dari orang atau hal tertentu saja, akan tetapi akan mencakup juga tindakan-tindakan. Ekologi administrasi negara memiliki faktor atau ciri-ciri tertentu yang berbeda dari satu negara ke negara lain, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa ekologi administrasi negara terbentuk dari faktor-faktor yan memiliki saling ketergantungan satu sama lain dan dengan administrasi negara itu sendiri.
BAB IV
FAKTOR DOMINAN EKOLOGI ADMINISTRASI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

4.1 Domain Kebijakan Publik
Konsep kebijakan publik mempunyai beberapa identifikasi seperti yang dikatakan oleh Anderson (1975), yakni :
  1. titik perhatian dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan
  2. kebijakan merupakan arah attau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan tersendiri
  3. kebijakan adalah apa yang sevenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, pengendalian inflasi atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah
  4. kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif
Carlson (1980) mengemukakan ada empat teori utama yang membahas tentang bebgai aktor dan pihak yang terlibat dalam proses administrasi publik, yakni teori elit (kelompok), teori pluralisme (atur-diatur), teori sistem (gabungan teori elit-plural), teori demokrasi representatif (kepentingan dan perwakilan).

4.2 Ekologi Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Implementasi Kebijakan
Suatu produk kebijakan publik yang dalam implementasinya masih banyak perlu pertanyaan. Dalm pengertian acapkali justru hanya berupa sekedar slogan yang dapat dibaca dalam visi dan misi dari para aktor administrasi publik. Tujuan dan pertimbangn yang ingin dicapai administrasi secara klasik adalah manajemen pelayanan yang efisien, ekonomis, dan terorganisir, namun dalam hal ini sesuai dengan perkembangan publik administrasi yngbegitu cepat sehingga dikenal adanya New Public Service maupun Governance.
Dalam kaitanny dengan kebijakan publik, maka wajar bila walikota selaku manajer administrasi kota bisa bertindak lebih fokus kepada bagaimana kebijakan tsb bisa terimplementasi. Jangan sampai terjebak dalam dikotomi dan dualisme antara politik dan administrasi, disini berarti bahwa walikota selaku manajer administrator harus melakukan reinterpretasi, dikotomi politik dan administrasi sebagai standar profesional dalam pemkot.
Permasalahan internal berhubungan dengan kemampuan manajer kota untuk memotivasi sektor pegawai publik, agar bisa bekerja lebih efisien. Permasalahan eksternal dijelaskan dengan batasan dan kesempatan yang teradapat dalam perubahan ekologi komunitas yang dihadapi oleh kebutuhan manajer dapat berinteraksi dengan perubahan ekologinya, apakah itu politisi lokal (anggota DPRD, PARPOL), kelompok penekan (LSM), aktor pada tingkat peerintahan yang lebih tinggi (Bupati, Gubernur), media yang menciptkan opini (press), maupun konstituen (masyarakat) yang mendukung maupun yang menolak kebijakan baru.
BAB V
EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DALAM WACANA KONSEPTUALISASI MASYARAKAT KOTA

Karakteristik kota yang berbeda secara universal, muncul dari model kehidupan dan aktivitas penghuninya. Karakter kota yang sebenarnya, menunjukan beberapa ukuran layanan dan organisasi kemasyarakatan, yang terkadang disebut dengan keseimbangan komunitas. Kota adalah berbagai hal aktivitas manusia yang berupa politik, ekonomi, sosial, historis, geografis, phisikologis, maupun psykologis. Untuk tujuan itulah orang menganggap kota sebagai acuan untuk melihat dan memahami jenis masyarakat tertentu (komunitas perkotaan), komunitas yang besar, padat penduduk, dan memiliki aktivitas non pertanian.
Untuk itulah sistem administrasi masayarakat perkotaan seperti di Malang, jelas sangat terkait dengan aspek ekologinya. Sistem administrasi yang demikian hanya bisa dipahami kalu bisa dilakikan penetrasi terhadap subsistem non administratif yang bukan saja berkaitan dengan administrasi tetapi juaga bisa membentuk berbagai macam aspek dari suatu aspek tunggal yang lebih luas yang lebih syndrome atau kecenderungan yang meliputi berbagai hal seperti, sinisme masyarakat baik yang ada pasda stake holder pemerintahan maupun yang tidak.
Studi pembangunan juga menghadapi tantangan internal karena banyak kebenaran yang sudah mapan dan kebijakan yang konvensional dipertanyakan kembali dan diabaikan dalam perkembanganya. Pembangunan yang paling baik adalah pada penguatan basis maerial suatu negara terutama industrialisasi mengikuti pola yang sangat mirip dari suatu negara ke negara lainnya.
Sebagai alternatif teoritis, diperkenalkan dengan pembangunan yang lain (another development). Masalahnya adalah tentu saja bagaiman masyarakat yang dicirikan oleh pembangunan yang damai dalam praktiknya akan terwujud.
Untuk itulah kelompok individu dengan social capitak rendah engacu pada kepercayaan dan hubungan saling mendukung dimana anggota kelompok memiliki tujuan ekonomi, sos, pol sendiri (Loury, 1987). proses pembangunan memerukan tingkat kepercayaan yang seringkali terabaikan (Bella et al, 1991).
Untuk mendapatkan kepercayaan warga harus meningkatkan komitmen terhadap tujuan pemerintah. Secara spesifik, mereka harus meyakini bahwa pemerintah akan melayani kebutuhan mereka, bahwa mereka dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan bahwa pemerintah mampu melaksanakan hal tsb. Oleh karena itu, pemkot dapat menggunakan strategi informasi , partisipasi dan reputasi untuk dapat mengurangi tingkat sinisme yang lebih sedikit bahkan ketika memperhitungkan kondisi masyarakat secara lebih luas.
Secara umum tugas implementasi adalah menjalin hubungan yang memungkinkan tujuan suatu kebijakan publik direalisasikan sebagai hasil dai aktivitas pemerintah. Makanya, implementasi kebijakan melibatkan penciptaan sistem pencapaian kebijakan, dimana sarana khusus dirancang dan dilaksanakan dengan harapan dapat mencapai tujuan tertentu. Yang lebih penting lagi adalah fakta bahwa kaputusan yang diambil pada tahap desain atau perumusan memiliki pengaruh penting pada bagaimana implementasi kebijakan berjalan.
Theodore Lowi (1964) mengatakan bahwa jenis kebijakan yang diambil memiliki pengaruh penting pada jenis aktivitas politik yang dipicu oleh proses pembuatan kebijakan publik. Isi dari berbagi macam kebijakan juga menentukan lokasi implementasi kebijakan publik. Isi dari program dan kebijakan jelas merupakan faktor penting dalam menentukan inisiatif hasil kebijakan publik. Hal ini seringkali menjadi faktor penting karena pengaruh nyata atau potensial paa seting sosial politik dan ekonomi (faktor ekologi administrasi).
Adapun dalam konteks sumber daya langka, yakni SIAPA memperoleh APA dan BERAPA menjadi kepedulian utama dalam implementasi suatu kebijakan publik.
BAB VI
EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DALAM WACANA SOUND GOVERNANCE

Sound Governance berisi beberapa komponen atau dimensi. Sebagai elemen vibrant dari sebuah sistem dinamis, elemen kmponen ini berinteraksi secara dinamis satu sama lain, san semuanya membentuk kesatuan yang mempertimbangkan keragaman, kompleksitas, dan intensitas internal dan menindaklanjuti tantangan, batasan, dan peluang eksternal.
Dimensi sound governance : proses, struktur, kognisi dan nilai, konstitusi, organisasi dan institusi, manajemen dan kinerja, kebijakan, sektor, kekuatan internasional atai globalisasi, dan etika.
Giddens (1984) melalui teori strukturisasinya berpendapat bahwa dalam konteks relasi dan perilaku antar struktur atau antara pelaku dan lingkungannya memiliki hubungan yang saling mengandaikan, sehingga menjadikan keduanya menjadi dualitas.


Penelitian ini akan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada ekologi administrasi publik (ecological public administration approach), namun dilihat dalam konteks bagaimana faktor dalam hal ini administrator (agent) dan masyarakat (group of agent) merespon kebijakan publik yang akan dilihat pada interface antar keduanya. Kondisi lingkungan atau ekologinya administrasi publik dilihat dalam konteks factor's of environment constraints, dimana kondisi tsb merupakan perwujudan dari implementasi kebijakan publik yang bersifat nyata, formal, maupun yang berisifat fiktif negatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar